Tuesday, March 24, 2009

APA ARTINYA MATI…..

Semua yang hidup pasti akan mati, demikian Tuhan Y.M.E. sudah menggariskan. Yang belum pasti itu adalah kapannya, tempatnya dan bagaimana caranya. Definisi mati sudah jelas, yakni pisahnya roh yang menuju alam barzah dengan jasad yang dingin pasrah. Menjadi beda artinya kalau kata mati disambung dengan kata yang lain, misalnya mati-suri yakni kondisi hilang kesadaran yang belum resmi mati seperti perekonomian Indonesia sekarang ini. Atau mati-angin seperti caleg parpol yang tak punya basis pendukung. Demikian pula kita kenal istilah mati-pucuk. Yang satu ini hanya berlaku untuk kaum Adam dan merupakan sasaran empuk pemasaran obat ginseng, pasak bumi, Viagra atau X-gra.

Perkataan mati lazimnya ditujukan untuk binatang atau tumbuh-tumbuhan. Kalau untuk manusia rasanya kurang elok dipakai, kecuali mungkin untuk hal yang sangat terhormat : mati syahid. Umumnya untuk orang kebanyakan, dipakai perkataan meninggal dunia, yang artinya meninggalkan dunia yang fana ini untuk selamanya. Untuk manusia yang dihormati dan terhormat, biasa digunakan kata wafat, sedangkan untuk yang berdarah biru alias keluarga kerajaan dipakai istilah mangkat. Tapi bahasa Indonesia sangat kaya dengan istilah pengganti mati, mulai yang super kasar seperi modar atau mampus, yang kurang halus seperti terbunuh dan tewas, sampai dengan yang halus atau terhormat seperti gugur dan telah berpulang ke Rahmatullah, menghadap ke Penciptanya atau Istirahat Dalam Kedamaian (RIP).

Gugur digunakan untuk menghormati mereka yang mati dalam menjalankan tugas Negara, khususnya yang mati di medan laga menghadapi musuh bangsa. Jadi seharusnya semua prajurit TNI dan anggota gerilya yang mati melawan colonial Belanda disebut gugur. Sebaliknya untuk anggota KNIL, tak layak disebut gugur, walaupun sesama anak bangsa. Untuk mereka ini, kata yang tepat adalah terbunuh atau tewas, kata mana sebaliknya kurang pantas kalau dipakai untuk kematian prajurit kita dalam melawan penjajah Belanda.

Headline media pada suatu masa yang lalu berbunyi : Ersa Siregar tewas kena peluru TNI. Nah, lo!!! Berdasarkan penjelasan resmi pihak berwenang, penyebab kematiannya adalah tembakan aparat keamanan kita, sehingga yang terkena mati seharusnya disebut terbunuh atau tewas, seperti halnya anggota GAM yang mati bersama Ersa. Tapi Ersa adalah pejuang profesi insan pers yang ditawan pihak musuh, sehingga Ersa tak kalah mulianya dibandingkan dengan prajurit TNI/POLRI. Jadi pantasnya semua media massa menggunakan kepala berita yang sama : Ersa Siregar gugur dalam menjalankan tugas di NAD !!

Walaupun ujungnya sama yakni mati, tapi cara manusia mau mati memang berbeda-beda. Sekelompok manusia meninggal dengan muka tersenyum dan mengucap La Illaha Illallah, serta digolongkan sebagai umat yang khusnul khatimah. Tak jarang ada yang meregang nyawa dengan mulut terkunci, namun dengan jari-jemarinya tetap bergerak cepat bak orang menghitung duit. Yang ini kemungkinan besar, kalau bukan biang penyeludupan timah pastilah tengkulak yang menzholimi petani lada. Tapi ada juga orang yang sambil matanya melotot terus ngoceh “ tak, tak, tak, aku tak tak mau mati, tak…..”. Bang Dasuki bilang, kalau yang satu ini pasti petinggi kita yang biasa menggunakan kekuasaannya secara tak amanah. Wallahuallam bisawab !!!

No comments:

Post a Comment