Tuesday, March 3, 2009

KISI – KISI DALAM BERORGANISASI

Ya ALLAH, aku berlindung kepada-Mu, dari menjalani yang sesat atau disesatkan orang, dari tergelincir atau digelincirkan orang, dari berlaku zalim atau dizalimi orang, dan berlaku bodoh atau dari orang yang berlaku bodoh atas diriku. ( HR. Abu Daud )

Sejak di SMA memang saya selalu jadi ketua kelas, tapi tak pernah jadi pengurus OSIS. Waktu jadi mahasiswa, kecuali di Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB), saya memang pernah jadi anggota pengurus Himpunan Mahasiswa Elektro (HME) ITB. Selebihnya saya kurang aktiflah berorganisasi, apalagi yang berbau politik. Baru waktu menginjak usia dewasa saya aktif di berbagai organisasi. Sebut saja Asosiasi Perusahaan Nasional Informatika (APNI), Ikatan Pemakai Komputer Indonesia (IPKIN), Information Systems Audit & Control Association (ISACA) Indonesia Chapter, Musyawarah Kekeluargaan Masyarakat Bangka (MKMB), Forum Indonesia Mandiri (FIM), Ikatan Moderator Indonesia (IKAMI) dan terakhir Asosiasi Mediator Indonesia (ASMINDO). Tentu saja sebagai PNS saya pernah jadi anggota GOLKAR, dan berbagai perkumpulan alumni dan profesi seperti PII, ISEI, Alumni ITB, dan Alumni FE UI. Yang ingin saya paparkan adalah ihwal saya yang terkait dengan tiga organisasi saja, yakni PELTI, PMB, dan De’ SENIORS, sebagai berikut :

Persatuan Tennis Lapangan Indonesia : Pantang Surut Tiga Periode

Dalam era tahun 60-an, olah raga tennis jauh dari merakyat. Sebagai mahasiswa, tennis kita anggap sebagai permainan “menak” ( istilah Sunda untuk kata feodal ). Pakaian pemain harus putih-putih, raket dan bola yang relatif mahal, dan suasana lapangan yang sopan. Jadi walaupun di ITB ada dua lapangan tennis, yang biasa main hanya hitungan jari. Tapi waktu masa resesi seusai demo 1966, kehampaan kuliah diisilah dengan kegiatan olah raga, antara lain pegang raket tennis. Mainnya tak berani di kampus, tetapi di jalan Dago samping kampus. Saya baru main tennis agak teratur sewaktu menjadi anggota Pengurus Besar Persatuan Tennis Lapangan Indonesia atau PB PELTI ( PELTI sebenarnya adalah singkatan dari Persatuan Lawn Tennis Indonesia, tetapi karena lapangan tennis rumput / lawn sudah langka di Indonesia maka diplesetkan saja jadi Tennis Lapangan ).
Bermula dari terpilihnya pak Murdiono, waktu itu Memuda Sekretaris Kabinet, sebagai Ketua Umum PELTI, banyak orang Setneg yang direkrut menjadi anggota PB PELTI. Saya sendiri diajak oleh kawan saya pak Qoyum, yang memang biang tennis dan sudah menjadi pengurus. Pada masa kepengurusan pak Murdiono ini saya ditempatkan sebagai anggota Komite Organisasi. Selain membenahi berbagai peraturan internal organisasi, pengukuhan Pengda-Pengda, dan perumusan penyempurnaan AD/ART PELTI, tugas yang utama adalah penyiapan dan pelaksanaan pertemuan-pertemuan PELTI secara nasional. Ada Rapat Kerja Nasional / RAKERNAS yang diselenggarakan pada mid-term kepengurusan dan yang utma yakni Musyawarah Nasional / MUNAS yang diselenggarakan pada akhir masa jabatan kepengurusan.
Pada masa itu jabatan Ketua Umum PELTI merupakan posisi yang bergengsi. Maka tak salah kalau banyak yang berminat sewaktu penggantian PB dilakukan pada MUNAS. Pada waktu MUNAS di Samarinda, dengan mengandalkan posisi kuat pak Murdiono memang calon pengganti yang ditawar beliau tak banyak yang sanggup menyanggah. Jadilah pak Cosmas Batubara sebagai Ketum baru PELTI. Dalam era pak Cosmas ini saya naik jabatan Ketua Komite Organisasi dibawah koordinasi bung Sucipto Umar, dengan Ketua PELTI Bidang Organisasi dipegang bung Sarwono Kusumaatmaja. Ada sedikit “insiden” waktu MUNAS Samarinda ini, yakni tulisan pada back-drop yang dipasang panitia lolal. Logo PELTI selain ada gambar yang agak rumit menurut hemat saya, ada tulisan PANTANG SURUT. Entah mengapa, mungkin terpengaruh oleh adanya sungai Mahakam yang membelah kota Samarinda, kata-kata tersebut ditulis sebagai PASANG SURUT. Pada detik-detik terakhir sebelum MUNAS dibuka kesalahan tersebut baru terdeteksi. Terbayangkan bagaimana marahnya Ketum kepada bidang Organisasi jika sampai hal tersebut tak dikoreksi.
Berbeda dengan pak Mur yang mempunyai “daya pikat” untuk pengerahan dana organisasi, masa kepengurusan pak Cosmas agak garing dalam keuangan. Posisi pak Cosmas sebagai Menakertrans kurang kuat untuk menopang kas. Demikian pula posisi bung Sarwono yang Menpan. Walhasil terjadi sedikit kemunduran dalam pembinaan dan prestasi atlit tennis. Otomatis hal ini berimbas pada penyelenggaraan MUNAS yang diadakan di Bali. Kami dari bidang Organisasi cukup direpotkan untuk menggalang dana penyelenggaraan karena langkanya sponsor. Tapi tak demikian halnya dengan perebutan kursi Ketum yang cukup sengit. Beberapa petinggi Republik terdorong atau didorong untuk menduduki posisi ini. Setelah melalui lobby tingkat tinggi dan rekayasa lapangan yang taktis, akhirnya Ketua Bidang Organisasi yakni bung Sarwono terpilih sebagai Ketum PB PELTI yang baru. Saya juga dipromosikan sebagai salah satu Ketua PB PELTI yakni bidang Organisasi.
Sebagai Ketua bidang Organisasi dibawah kepemimpinan Ketum bung Sarwono, tanggung jawab memang lebih besar. Tetapi beban kerja justeru berkurang, karena banyak anggota Komite yang aktif membantu. Umumnya kesibukan berkisar diseputar acara seremonial. Mewakili PELTI dalam berbagai ajang pertemuan KONI, dan bertindak atas nama Ketum dalam acara-acara di daerah sepert Rakerda, Musda dan pelantikan Pengda PELTI. Tentu saja sebagai Ketua bidang Organisasi saya perlu memantau hasil kerja rekan-rekan Organisasi dalam merumuskan peraturan bidang Organisasi, penyempurnaan AD/ART. Dan tentu saja menyiapkan ritual empat tahunan yakni MUNAS PELTI.
Dengan terpilihnya bung Tanri Abeng menggantikan bung Sarwono sebagai Ketum PB PELTI, saya tak ikut lagi dalam kepengurusan. Masa tiga periode kepengurusan sudah cukup panjang, dan muka-muka baru memang harus ditampilkan. Sekali-sekali saya masih menyempatkan singgah ke markas PELTI di Senayan. Selain berbasa-basi dengan rekan dan staf yang dulu selalu ngumpul bersama, saya singgah untuk minta bola tennis jika persediaan bola saya habis. Jadi ada manfaatnya juga sebagai mantan pengurus. Saya bisa main tennis dengan bola yang selalu baru, gratis pula.

Perhimpunan Mahasiswa Bandung : Bagimu PMB ‘pun………..


Sewaktu selesai ujian masuk ITB, yang saya lalui dengan sukses, saya pernah melihat serombongan mahasiswa dan mahasiswi yang mengenakan atribut topi berwarna saga, hitam dan merah, lengkap dengan pin bertuliskan PMB. Yang menarik bukan topinya, tetapi mahasiswi yang mengenakannya. Macaaan alias manis dan cantik. Jadi sewaktu teman SMA saya Guntur Hutapea atau si Utun ngajak mendaftar masuk PMB, saya kontan tertarik dan setuju. Sebagaimana lazimnya pada organisasi kemahasiswaan ekstra-universitas, penerimaan anggota baru selalu didahului dengan Masa Perkenalan. Nama keren dari perploncoan sih.
Tak dinyana, ternyata perploncoan, khususnya di PMB, sangat keras, berat dan menyakitkan. Pada malam pertama saja perlakuan atau tepatnya siksaan dari para senior dan seniorita sudah menggetarkan hati, meluluhkan raga dan merontokkan harga diri. Hampir saja saya batal meneruskan niat masuk PMB ini. Tapi karena kepalang basah rambut sudah gundul, azab yang bertubi-tubi datangnya itu saya lakoni dengan tegar dan pasrah. Apalagi terhadap anak-anak Jakarta yang dianggap sok.
Karena belum ketentuan akan mondok dimana, dua hari pertama perploncoan saya ikut si Utun numpang tidur di rumah keluarga teman semasa SMA yakni Susono (alm). Pada hari ketiga, salah satu seniorita menanyakan dimana saya tinggal. Karena saya belum ada pemondokan, sang seniorita bersabda : “Plonco Bambu Silan, loe sementara tinggal dirumah gua aja! Temanin tuh adik gua (yang juga diplonco) Pinokio..”. Tinggal sementara tersebut ternyata berkelanjutan. Mungkin tertarik oleh perilaku yang sopan serta sosok yang meyakinkan, he….he…., jadilah saya kostjongen di rumah keluarga Ibrahim Martalogawa di jalan Dederuk 8 Bandung sepanjang masa kuliah di ITB sekitar lima tahun. Sang seniorita ceu Emma, belakang hari menjadi teman hidup dari teman SMA saya Kahar Supardi, sedangkan si Ponikio Yusuf Martalogawa menjadi korban dari kehadiran kostjongen yang sering menghabiskan jatah makannya. Sekali-sekali saya masih ngumpul dengan keluarga Ibrahim Martalogawa ini, yang sudah menganggap saya sebagai keluarga mereka. Yus si Pinokio sudah almarhum, tetapi ceu Emma, yang suaminya teman baik saya juga sudah meninggal, masih sering ketemu bernyanyi di klub De’ Seniors.
Setelah ditempa selama 14 hari dalam perploncoan, masa-masa setelah malam inuagurasi merupakan periode yang paling menyenangkan. Pertemanan yang akrab dengan sesama ex-plonco, dan kadangkala juga dengan seniorita yang masih sebaya, melewati berbagai acara kroeg dengan dansa-dansi satu ubin, sungguh menyenangkan. Apalagi kalau tiba masa perploncoan untuk calon anggota baru. Selain merupakan ajang balas dendam atas penderitaan yang dulu kami alami, masa perploncoan selalu disertai dengan kisah “cinta-semusim” antara senior dengan seniorita. Dan kemudian dilanjutkan dengan “cinta balas budi” dengan para ex-plonci. Karena itu bukan hal yang langka melihat pasangan suami-isteri yang tadinya ex plonco-plonci atau pasangan senior dengan ex-plonci. Walaupun saya cukup aktif berupaya, tapi saya termasuk yang gagal mengikuti fenomena tersebut. Nyonya saya kan bukan anggota PMB.
Tetapi keakraban yang semakin menebal justeru terjadi setelah kami meninggalkan bangku kuliah dan sudah berkiprah di berbagai pekerjaan dan jabatan. Untuk ex plonco-plonci angkatan tahun 1961, kekerabatan ini diwujudkan dengan membentuk suatu Yayasan, tepatnya suatu Perkumpulan. Nama yang digunakan adalah Yayasan Bagimu PMB ‘Pun, agak aneh terdenganya. Namun sebenarnya nama tersebut diambil dari penggalan lirik “lagu kebangsaan” PMB. Walaupun didalam akte notaris pengurus Yayasan semuanya seniorita, tetapi dalam realitanya perkumpulan ini dimotori oleh segelintir senior dan seniorita yang biasa dipanggil sebagai Polit Biro PMB ’61. Nama anggota Polit Biro antara lain adalah Ati Supadnomo, Ati Djuarsa Djukardi, Emmy Salman, Gunarni Suworo, Suminar “Engkok” Siregar, Tien Among, Tien Akib, Tjut Hartati Suryadi, Rini Bobby, Siswono Yudohusodo, Rachmat Witular, Joni Subandono, Roni Kurnia (alm), Maryono Wirkus (alm), Guntur Hutapea, Harkat “Oceng” Somantri, Nugroho, Pande Lubis, Bus Kusmulyono, dan tentu saja saya sendiri ( yang lazim disapa si Ich ).
Polit Biro sering bertemu dalam acara-acara silaturahmi terbatas. Setiap tahun selalu diusahakan terselenggara Kroeg Terbatas PMB ’61. Sedangkan setiap lima tahun sekali diselenggarakan acara akbar yakni Kroeg Besar PMB Lintas-Angkatan. Dimulai sejak tahun 1986 untuk memperingati 25 tahun PMB ’61, Polit Biro selalu sibuk menyusun agenda untuk jangka tiga bulan. Mulai dari penyelenggaraan event olah raga seperti tennis lapangan dan golf, karya bhakti sosial seperti sunatan massal, operasi bibir sumbing dan kunjngan ke panti-panti jompo, dan darmawisata ke gunung, ke pulau dan ke pantai. Malahan pada waktu si Geol Gajah, nama plonco dari bung Rachmat Witular, menjadi Duta Besar RI di Rusia, rombongan Polit Biro sempat berwisata ke negara Tirai Besi ini. Rangkaian agenda ini ditutup dengan gelar Kroeg Besar, yang selalu ditunggu-tunggu oleh segenap “alumni” PMB. Dalam setiap acara Kroeg Besar, PMB ’61 selalu tampil dengan persiapan matang. Nyanyian koor yang dilatih oleh instruktur profesional, demikian pula setiap kali ditampilkan tarian line-dance yang dipersiapkan antara lain oleh pak Damsyik si Datuk Maringgih. Hadiah-hadiah juga selalu menarik. Mulai dari daun pintu jati sebagai door-prize, TV layar lebar, lemari es, sampai dengan sepeda motor. Agar terlihat dengan penampilan prima, biasanya tiga bulan sebelum acara ini saya sudah memulai program pelangsingan tubuh. Jadi lima tahun sekali pastilah saya menjalani ritual diet ketat dan olah raga berat. Setelah terselenggara sebanyak enam kali, Kroeg Besar tahun 2006 diproklamasikan sebagai karya terakhir Polit Biro PMB ’61. Umur yang sudah lanjut, kebugaran yang menurun, kemampuan keuangan dan jejaring pengerahan dana yang berkurang, serta kesibukan sebagai kakek-nenek, PMB ’61 mengundurkan diri sebagai motor Kroeg Besar. Sekarang ini angkatan yang lebih muda yang mengambil alih peran PMB ’61 selama ini. Ada keinginan dari teman-teman untuk menyelenggarakan kembali Kroeg Besar memperingati 50 tahun PMB ’61 yakni pada tahun 2011. Saya sih setuju-setuju saja, tapi apakah anggota Polit Biro masih pada eksis? Atau masih hidup, tetapi sudah “dugem” alias “duduk gemetar” di kursi roda, he….he…. Wallahualam bi sawab !!!

Perkumpulan De’ Seniors : One Stop Fits For All…..

Diilhami oleh kehadiran BUGS Café dibilangan golf Pondok Indah, beberap teman berangan-angan ingin punya klub eksklusif untuk tempat bertemu dan bersantai. Lazimnya untuk maksud bersantai ini kita mengunjungi hotel yang punya fasilitas café atau music-room. Tetapi kalau sering kelihatan berada ditempat umum pada usia yang senja sekarang ini rasanya kok kurang elok. Apalagi pada setiap music-room biasanya ada sekelompok orang yang sudah menjadi pengunjung tetap. Giliran kita untuk naik panggung bernyanyi sangat terbatas, karena kelompok “die-hard” spesialis lokasi tersebut akan memonopoli kesempatan tampil. Mau ribut, nggak lah, masak sudah bau tanah mau berlaku ugal-ugalan.
Kebetulan karib saya Iman Taufik menutup salah satu resto yang sempat dikelola puteranya di kawasan Kemang, sebagai akibat persaingan yang sengit diseputar daerah tersebut. “Yar, gua punya banyak perabot klub yang nganggur nih. Coba loe cari lokasi yang bisa kita pakai untuk ngumpul-ngumpul nyanyi..”, sabda kawan yang konglomerat ini. Bersama dengan beberapa teman, antara lain Darwis dan adiknya Darma, Martiono, dan Bus Kusmulyono, mulailah saya mencari lokasi yang memadai. Dengan the BUGS Café sebagai rujukan, semula terpilih club-house dari Golf Driving Range Cilandak KKO. Club-house ini pada jarang terpakai, apalagi pada malam hari. Pernah digunakan untuk hiburan dang-dut, tapi kemudian dilarang oleh pimpinan KKO yang menguasai kawasan tesebut. Club-house tersebut agak kecil ukurannya, tetapi mempunyai area parkir yang luas. Dan yang penting, soal keamanan pastilah terjamin. Siapa yang berani macam-macam di kandang harimau ini. Setelah melakukan pertemuan berulang kali, akhirnya kami gagal memanfaatkan lokasi ini. Ternyata Club-House dan fasilitas Driving Range ini dibangun oleh pihak lain dengan perjanjian BOT. Masa untuk transfer fasilitas masih setahun lagi, sedangkan pengembang yang masih memegang hak BOT kurang berminat dengan proposal yang saya layangkan.
Masih merujuk ke area di sekitar golf driving range, saya menemukan adanya bangunan di sebelah Senayan Driving Range yang abandoned. Semula bangunan tersebut dimaksudkan akan dipakai untuk airlines city check-in. Kemudian sempat dipakai untuk pelayanan kaum wanita berupa salon dan spa. Lokasi memnag strategis, hanya memang lay-out ruangan kurang pas untuk klub karena terlalu terkotak-kotak. Tapi masalah utamanya adalah kondisi perusahaan pengelola BOT fasilitas ini yang konon agak ganjang-ganjing. Salah satu adalah dengan pemilik kawasan yakni Badan Pengelola Gelora Bung Karno ( BPGBK ). Karena Direktur Pelaksana BPGBK yakni bung Indra Setiawan cukup saya kenal baik semasa menjadi Dirut INDOSAT, saya tanya-tanya tentang lokasi yang bisa dimanfaatkan. Dari beberapa alternatif yang disampaikannya, lokasi ex resto Viramida menjadi pilihan yang terbaik. Terletak di lantai dasar gedung BPGBK atau dikenal sebagai Gedung KONI ( pengguna yang terbesar ) dengan luas 174 m2, kondisinya dalam keadaan amburadul karena sudah lama tak digunakan.
Dari awal sudah ada kesepakatan bahwa klub yang dibentuk dimaksudkan untuk menampung hasrat tarik suara para lansia atau manula atau dalam istilah kerennya the Senior Citizen. Setelah menyisir nama-nama teman sebaya dan seihwan, akhirnya disepakati sejumlah nama untuk dicantumkan dalam akte notaris pendirian badan hukum Perkumpulan.Terpilihlah Iman Taufik ( Mesin - ITB ), Tatit Palgunadi ( Mesin - ITB ), Soekaryo ( Farmasi – ITB ), Bus Kusmulyono ( Teknik Kimia – ITB ), Martiono ( Teknik Kimia – ITB ), Kumhal ( Aachen Jerman ) dan saya sendiri ( Teknik Elektro – ITB ) sebagai anggota-anggota pendiri. Untuk nama perkumpulan disepakati nama DE’ SENIORS. Nama tersebut maksudnya memang menyatakan the Senior Citizen, namun kata “senior suka diplesetkan dengan kepanjangan “senang isteri orang”. Oleh karena itu didalam Akte Notaris Mansur Ishak S. H. tanggal 6 April 2006 nomor 12, nama yang resmi tercantum adalah Perkumpulan “Degap Sehat Dan Seni Orang Sebaya” disingkat DE SENIORS. Bagi-bagi tugas ditetapkan dan modal awal dikumpulkan. Semua deklarator diangkat menjadi anggota Badan Pendiri, dilengkapi dengan Dewan Pembina ( Iman Taufik, Palgunadi dan Kumhal ), Dewan Pengawas ( Soekaryo dan Martiono ), serta Dewan Pengurus ( Ichjar Musa / Ketua dan Bus Kusmuljono / Bendahara ). Untuk modal dasar disepakati setiap pendiri menyetor Rp. 10,- juta, sehingga terkumpul dana Rp. 70,- juta. Namun karena biaya untuk renovasi ruangan dan pembelian furnitures & fixtures, serta peralatan musik jauh melampaui dana terkumpul maka Iman Taufik memberikan pinjaman jangka panjang, tanpa bunga serta pengembalian sebisanya, sebesar Rp. 100,- juta. Kontrak ruangan selama dua tahun ditandatangani dan berlaku mulai tanggal 1 Mei 2006. Sang nyonya, yang memang profesinya sebagai interior-designer, diminta menyiapkan seluruh fasilitas sebelum tanggal 20 Mei 2006. Syukurlah dalam 14 hari seluruh ruangan disulap menjadi ruangan yang cukup representatif beserta furnitures & fixtures yang menyenangkan ( nyonya siapa dulu, he….he..). Soft-opening De’ SENIORS, yang dimaksudkan sebagai acara perdana untuk menarik calon anggota, sukses digelar pada tanggal 20 Mei 2006 bertepatan dengan hari Kebangkitan Bangsa. Jadi walaupun pada akte notaris De’ SENIORS dikukuhkan pada 6 April 2006, namun HUT De’ SENIORS disepakati pada setiap tanggal 20 Mei.
Bermula dengan pendekatan “berburu di kebon binatang”, yakni menarik teman-teman dekat untuk menjadi anggota, dan dilanjutkan dengan aksi “member gets member”, dalam waktu singkat keanggotaan De’ SENIORS bertambah jumlahnya. Dewasa ini tercatat sekitar 60 pasangan suami-isteri dan beberapa janda & duda yang menjadi anggota.
Beberapa anggota oleh satu dan lain hal mengundurkan diri dalam perjalanan klub, seorang meninggal dunia, dan beberapa yang mati suri alias jarang muncul. Walaupun demikian, setiap hari Senin, Rabu dan Jum’at, dimana pemain keyboard beraksi mulai pukul 17.00 sampai dengan pukul 23.00, selalu ada anggota yang datang, terutama “die-hard “ nya De’ SENIORS yang sekitar 25 orang. Mereka ini sebagian dari anggota De’ SENIORS yang rajin muncul, antara lain kuartet Jusuf ( Syuul & Emmy Yusuf, Rahardjo & Ollie Yusuf ), kuartet Halim ( Arifin “Piping” & Etty Halim, Erwin & Tience Halim ), kuartet Chatab ( Baby & Nuzwari Chatab, Wati & Yul Chatab ), dua eks Menteri ( Mas Eddy Sanyoto & Mbak Sus, pak Hartarto & bu Tien ), sesepuh De’ SENIORS ( pak Samsi, pak Soekaryo & bu Ine ), urang awak ( Kumhal & Melanie, Taswir & I’ong, Irzal, Fadly ), wargi Sunda ( Edet & Srie Ba’I, Pupu, Dedi Aditya, Indra Kartasasmita ), wong Jowo ( Muharso & Endah, Wangsit & Sofie, Budiardjo, Imam Jusuf, Nugoho & Chandra Kirana, Bus Kusmuljono & Odie, Palgunadi & Hetty, Didi ) dan golongan minoritas ( Liza, Vera & Bojul, Mike Wongkaren, Darwis & Ranti, Ridwan & Hanny. Umumnya pada acara HUT anggota yang berbintang horoskop sama yang datang bisa sampai 60 orang. Sedangkan pada acara tutup tahun sekitar 90 orang anggota yang hadir. De’ SENIORS merupakan kawah Candradimuka bagi penyanyi pemula. Jika anggota yang penyanyi kawakan datang dengan tangan kosong, penyanyi pemula ini ditandai dengan kedatangannya yang mengepit map berisi lirik lagu-lagu. Persis seperti mahasiswa yang mau maju ujian. Semakin lama semakin banyak anggota yang berani tampil nyanyi di panggung. Kalau tadinya hanya segelintir anggota saja yang beraksi, sekarang keadan menjadi lain. Karena itu, untuk menghindarkan kekacauan dalam giliran diberlakukan sistem tiket dengan nomor urut nyanyi. Juga jumlah lagu dibatasi hanya dua saja dan tak boleh diulang-ulang. Sedangkan untuk ronde kedua hanya dijatah satu lagu saja.
Acara lain yang juga ramai adalah kontes nyanyi, apakah berdasarkan lagu-lagu yang dibawakan oleh penyanyi tenar tertentu, seperi kontes Elvis Presley, kontes lagu jadul oleh penyanyi lawan-jender dari penyanyi aslinya, kontes keroncong dan kontes lagu daerah lintas suku. Selain latihan nyanyi, klub pernah menyelenggarakan latihan dansa pasangan yang diselingi dengan line-dance. Kegiatan ini sementara berhenti
dan akan diselengarakan lagi dengan format lain. Sesuai dengan namanya yakni untuk SEHAT dan SENI, De’ SENIORS menyelenggarakan pelatihan Merpati Putih dua kali dalam seminggu. Untuk kegiatan olah raga pernah digelar turnamen tennis lapangan berpasangan dan pertandingan antar suku untuk futsal. Sekali-sekali tanpa diprogramkan dilakukan acara khusus seperti santai-bersama di villa-villa atau terprogram seperti tour ke Lombok. Untuk mereka yang ingin melangsingkan tubuh, harus hati-hati dan waspada kalau datang ke klub. Pasti ada sejumlah anggota yang membawa kudapan, mulai dari tahu goreng, asem-asem, lumpia Semarang, bakmie dan bakso, aneka martabak, tahu telor, bubur ayam dan nasi goreng. Sehingga ada anggota yang nyeletuk, ini klub nyanyi atau klub kuliner.
Sesuai dengan Anggrana Dasar, seyogyanya jabatan saya sebagai Ketua Dewan Pengurus harus berakhir pada Desember 2006. Namun Badan Pendiri minta saya meneruskan tugas sebagai Ketua untuk periode Januari sampai dengan Desember 2007. Hal serupa dilakukan lagi pada tahun 2008 sekarang ini. Dengan alasan kejenuhan serta kondisi kesehatan yang menurun, saya sudah berketetapan hati untuk berhenti dari jabatan ini. Sudah cukuplah selama dua tahun delapan bulan saya berperan sebagai “kuncen” De’ SENIORS. Sesuai dengan Anggaran Dasar, Dewan Pengurus dinominasi oleh anggota Badan Pendiri, direkomendasi oleh Dewan Pengawas, dan dipilih oleh Dewan Pembina. Tapi tentu saja saya tetap akan menjadi pelanggan tetap dan setia dari klub ini. Rasa persaudaraan yang terbina selama ini dan keriaan yang bisa dipetik tentu mendorong saya untuk tetap aktif. Ya, aktif sebagai anggota biasa, bukan sebagai sang Kuncen lagi…….

2 comments:

  1. Vivat Senior...
    ...Pun bagi Nusa dan Bangsaku
    Tulisannya bagus sekali nyor,,,
    Perkenalakan Saya Aeng Anwar S. (PMB'07)

    ReplyDelete