Tuesday, March 24, 2009

CATATAN RINGAN : SELEKSI CALON ANGGOTA BPK (DR. ICHYAR MUSA *)

Sebagai salah satu calon anggota BPK yang tereliminasi, menurut istilah populer AFI, sebenarnya kurang elok saya membuat catatan ini. Namun untuk dapat memberikan tambahan pemahaman bagi masyarakat tentang ihwal seleksi atas calon anggota BPK oleh DPR c.q. Komisi IX ini, saya ingin berbagi pengamatan. Utamanya dengan adanya “sanggahan” dari pejabat BPK yang juga menjadi anggota E-Club ( Klub orang-orang yang tereliminasi ) tentang keabsahan proses seleksi atau kerennya “fit and proper test” ini.
Berdasarkan hukum positif kita yang tertinggi yakni Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali, ketentuan tentang pemilihan anggota BPK diatur dalam Pasal 23F. Butir amandemen ketiga yang disahkan tanggal 10 Nopember 2001 ini dalam ayat (1) menyatakan bahwa “anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan oleh Presiden”, sedangkan dalam ayat (2) berbunyi “Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota”. Ada tiga pengertian utama yang terkait dengan Pasal 23F ayat (1) dan ayat (2) ini, yakni :
  1. Karena diamanatkan peranan dari DPD maka sudah sepantasnya jika pemilihan anggota BPK menunggu dulu pembentukan DPD yang sebentar lagi akan dilantik menunggu keputusan akhir Mahkamah Konstitusi. Apalagi DPR yang sekarang sudah memasuki saat-saat akhir pengabdian, sehingga lebih legitimate jika DPR yang baru nanti yang memilih.
  2. Presiden hanya meresmikan saja anggota BPK yang dipilih oleh DPR dan tidak berwenang menentukan pilihan, sehingga pilihan DPR bukannya tiga kali lipat jumlah anggota melainkan cukup tujuh calon anggota saja.
  3. DPR tidak berhak menentukan calon Ketua, Wakil Ketua dan anggota-anggota BPK, melainkan hanya memilih ketujuh anggota BPK. Ketujuh anggota BPK inilah secara mandiri yang melakukan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK ( dan sisanya sebagai anggota ).

Namun jangan cepat-cepat kita menganulir jerih payah DPR yang telah mengajukan 21 nama calon kepada Presiden RI. Aturan Peralihan Pasal I dari UUD RI Tahun 1945 menyatakan bahwa “segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini”. Dikaitkan UUD RI Tahun 1945 Pasal 23G ayat (2) yang berbunyi “ketentuan lebih lanjut mengenai BPK diatur dengan Undang-undang”, maka tidak salah kalau DPR melakukan proses pemilihan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sepanjang belum ada pembaharuan atas hukum positif tersebut.
Penggunaan UU No. 5 Tahun 1973 mementahkan ketiga butir pengertian yang tersirat dalam UUD RI Tahun 1945 Pasal 23F tersebut di atas. Hal ini berarti bahwa seleksi calon anggota BPK tidak perlu menunggu terbentuknya DPD, DPR yang mengajukan tiga nama calon untuk setiap lowongan keanggotaan BPK sesuai dengan UU No. 5 / 1973 Pasal 8 ayat (1), dan Presiden yang menentukan pilihan akhir dari calon-calon yang diusulkan DPR ( UU No. 5 / 1973 Pasal 7 ). Jadi seleksi oleh DPR dalam kondisi ketentuan peraturan-perundangan yang berlaku sekarang ini rasanya sah-sah saja ( maaf MK, ini pendapat pribadi saja ). Hanya saja apakah suatu Aturan Peralihan tetap berlaku jika terdapat perbedaan yang prinsipil antara UU Nomor 5/1973 dengan UUD itu sendiri, kiranya memerlukan penjernihan dari Mahkamah Konstitusi.
Kalaupun ada hal kecil yang mungkin masih tersisa untuk didebatkan adalah penetapan tiga nama calon untuk setiap anggota BPK yang sudah disebutkan tugas pokoknya. Pada hal, sesuai dengan UU No. 5 / 1973 Pasal 14 ditegaskan bahwa pembagian tugas, tata kerja dan pengambilan keputusan BPK ditetapkan oleh BPK sendiri, sehingga seyogyanya DPR tidak mengaitkan pencalonan dengan tugas tertentu ( yang memang berlaku sekarang, tetapi bukan berarti akan tetap berlaku untuk BPK yang akan datang ).
Sebagai catatan akhir, dengan mengacu kepada dokumen SAP ( Standar Audit Pemerintahan ), dan memberlakukan BPK sebagai suatu lembaga audit yang juga harus mematuhinya, alangkah indahnya jika DPR mengindahkan pengertian Standar Umum pertama tentang persyaratan kemampuan/keahlian dan Standar Umum kedua tentang independensi. Standar Umum pertama dikaitkan dengan kurangnya diperhatikan penunjukan calon yang secara kolektif mewakili disiplin ilmu yang berbeda, sedangkan untuk Standar Umum kedua dikaitkan dengan pencalonan nama-nama tertentu yang mengandung atau mengundang gangguan independensi yang bersifat pribadi, utamanya dikaitkan titik c yang berbunyi “pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atau pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau program entitas yang sedang berjalan atau sedang diaudit”. Akhirnya, saya ucapkan terima kasih kepada ( sebagian kecil ) anggota Komisi IX DPR yang telah mengundang saya ikut dalam seleksi anggota BPK yang lalu.



*) Auditor Sistem Informasi

No comments:

Post a Comment